Oleh : Tanson Hasudungan Sijabat
Secara umum, ekosistem adalah suatu hubungan timbal balik
yang saling berinteraksi antara mahluk hidup dan lingkungannya. Berdasarkan
pengertian tersebut, ada dua faktor yang terdapat di dalam suatu ekosistem yaitu
faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik meliputi segala mahluk hidup
yang berada di dalam ekosistem tersebut baik secara individu, populasi maupun
komunitas. Sedangkan faktor abiotik meliputi segala sesuatu yang bukan
merupakan mahluk hidup yang terdapat di dalam ekosistem tersebut.
Sekolah sebagai suatu ekosistem adalah sebuah bentuk interaksi antara
faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup) yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya. Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya
sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem
sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan
aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah
di antaranya adalah :
- Kepala Sekolah
- Murid
- Kepala Sekolah
- Guru
- Staf/Tenaga Kependidikan
- Pengawas Sekolah
- Orang tua
- Masyarakat sekitar sekolah
Adapun faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam
menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah :
- Keuangan
- Sarana dan prasarana
Sekolah akan berhasil dalam mewujudkan pembelajaran yang
berpihak pada murid apabila mampu memandang segala aset (sumber daya) yang
dimiliki sebagai suatu kekuatan bukan memandang sebagai sebuah kekurangan.
Sekolah akan berfokus pada pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang
dimiliki tanpa lebih banyak memikirkan pada sisi kekurangan yang ada. Dalam
pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah ada 2 pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based
Thinking)
Pendekatan ini akan memusatkan perhatian kita pada apa yang
mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala
sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa
mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang
ingin diraih. Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang
yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat
menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
2. Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking)
Konsep pendekatan ini dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer,
seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk
pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan
mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan
sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang
bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang
positif.
Terdapat perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan
pendekatan berbasis aset yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran baik di dalam kelas
maupun di lingkungan sekolah harus mampu mengidentifikasi dan mengelola segala
sumber daya (aset) yang dimiliki oleh sekolah untuk dapat dijadikan sebagai
keunggulan sekolah dalam rangka mendukung perwujudan visi dan misi sekolah
dalam pembelajaran yang berpihak kepada murid.
Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebaiknya
sekolah lebih menekankan pada pendekatan berbasis aset yang dikenal dengan
Pendekatan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Pendekatan PKBA menekankan dan
mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta
membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna.
Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk
menciptakan warga yang produktif. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset
berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Dalam komunitas sekolah,
diharapkan pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset dapat mewujudkan
suatu perubahan ke arah yang lebih baik dan dapat terjadi, diantaranya setiap warga sekolah akan
bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai, dapat membangun dan membina hubungan yang
sehat dan inklusif antar warga sekolah, setiap warga sekolah tidak
berfokus pada kekurangan yang ada melainkan berfokus pada kekuatan, potensi, dan
tantangan dengan mengoptimalkan pembangunan sumber daya yang
tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan potensi yang sudah
ada.
Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset Building
and Community Development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini
disebut sebagai modal utama di dalam suatu komunitas, yaitu :
1. Modal Manusia
2. Modal Sosial
3. Modal Fisik
4. Modal Lingkungan / Alam
5. Modal Finansial
6. Modal Politik
7. Modal Agama dan budaya
Dalam implementasinya sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di dalam komunitas sekolah, seorang guru harus mampu melakukan pengelolaan tersebut secara tepat. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengidentifikasi segala aset yang dimiliki sebagai kelebihan dari sumber daya, dapat memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal dengan mengesampingkan kekurangan yang ada, fokus pada kekuatan dan dukungan yang dimiliki agar proses pembelajaran yang berpihak kepada murid dapat berjalan dengan maksimal dan berkualitas.
==> Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara
Menurut filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara pendidikan
adalah suatu proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang
dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Seorang pemimpin harus mampu mengelola salah satu aset yang
dimiliki sekolah yaitu modal manusia (guru dan murid). Pemimpin harus
memastikan para gurunya melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada murid
sehingga murid dapat berkembang sesuai kodratnya (kodrat alam dan kodrat
zaman). Dengan demikian maka murid akan dapat memaksimalkan minat, bakat, dan
potensi yang dimilikinya sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupannya.
==> Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai dan peran guru penggerak, guru
sebagai pemimpin pengelolaan sumber daya harus memiliki nilai positif
seperti Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia, mandiri, bernalar kritis, berkebinekaan global, bergotong royong
dan kreatif.
==> Modul 1.3 Visi
Guru Penggerak
Di dalam komunitas sekolah, guru sebagai pemimpin dalam
pengelolaan sumber daya harus mampu mewujudkan visi dan misi sebagai guru
penggerak yaitu mewujudkan peserta didik yang berkarakter Pancasila. Dalam
mengimplementasikan visi dan misi tersebut dapat dilakukan dengan Pendekatan
Inkuiri Apresiatif (IA) yang merupakan pendekatan manajemen
perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan melalui pengelolaan sumber
daya tersebut. Dengan melakukan pengelolaan sumber daya melalui pendekatan
inkuiri apresiatif tersebut dipercaya bahwa setiap orang memiliki inti positif berupa
Potensi dan Aset Organisasi yang dapat memberikan kontribusi pada suatu keberhasilan.
Dalam penerapan pendekatan inkuiri apresiatif tersebut dapat
dimulai dengan menggali hal-hal positif yang dimiliki terlebih dahulu baik
mengenai keberhasilan apa yang telah dicapai dan juga kekuatan apa yang
dimiliki oleh sekolah sebagai suatu komunitas. Selanjutnya dalam melakukan
perencanaan perubahan melalui pendekatan IA dapat dilakukan dengan model
tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali
Mimpi, Jabarkan Rencana dan Atur Eksekusi)
Sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya yang ada melalui
pendekatan inkuiri apreasiatif (IA) melalui model tahapan BAGJA tersebut
diperlukan kolaborasi dan sinergitas dengan seluruh warga sekolah, termasuk
kolaborasi bersama siswa dengan mewujudkan budaya positif di dalam
pembelajaran. Salah
satu budaya positif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kesepakatan
kelas. Hal ini bertujuan untuk menanamkan disiplin melalui komunikasi dan
kolaborasi yang baik antara guru dan siswa. Di dalam pelaksanaannya, sebagai
pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya bukan sebagai pemberi
hukuman melainkan sebagai manajer dengan melahirkan suatu konsekuensi yang
disepakati bersama sehingga dapat melahirkan budaya positif yang bertanggung
jawab dan kemandirian kepada siswa.
==> Modul 2.1 dan 2.2 Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial
Emosional
Dalam pengelolaan sumber daya, seorang pemimpin di dalam
komunitas sekolah khususnya di dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan
karakteristik siswa yang beragam. Untuk itu, diperlukan suatu pemetaan terhadap
kebutuhan belajar peserta didik. Melalui pemetaan tersebut, guru sebagai
pemimpin dapat mengelola sumber daya yang ada di dalam ekosistem sekolah dengan
melakukan pembelajaran berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan murid yang
beragam tersebut. Di dalam proses pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi
tersebut, seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran perlu mengoptimalkan
sumber daya yang ada dalam memenuhi tingkat sosial emosional yang dimiliki
setiap siswa. Salah
satunya dengan melakukan teknik kesadaran penuh yang dikenal dengan istilah Mindfulness.
Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat
relevan dan penting bagi siapapun termasuk di dalam ekosistem sekolah agar setiap warga
sekolah dapat
menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Latihan
berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri
(self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan
sehari-hari termasuk di dalam ekosistem sekolah. Terdapat lima kompetensi di
dalam latihan berkesadaran penuh (Mindfullness) yaitu :
- Kesadaran Diri (Pengenalan Emosi)
- Pengelolaan diri (Mengelola Emosi dan Fokus)
- Kesadaran sosial (Keterampilan Berempati)
- Keterampilan berhubungan sosial (Daya Lenting / Resiliensi)
- Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
Salah satu teknik dalam melatih kesadaran penuh (mindfulness)
adalah dengan menggunakan teknik STOP.
Stop : Berhenti melakukan apapun kegiatan yang sedang kita
lakukan.
Take a deep breath : Rasakan udara segar yang
masuk dan udara hangat yang keluar melalui hidung.
Observed : Amati apa yang dirasakan oleh tubuh saat melakukan
kegiatan pernafasan tersebut.
Proceed : Lanjutkan aktivitas kembali dengan perasaan yang lebih
tenang, pikiran yang lebih jernih, dan dengan sikap yang positif.
==> Modul 2.3 Coaching
Sebagai pemimpin di dalam pembelajaran, diperlukan peran guru
sebagai coach (pendidik) dalam menuntun kebutuhan belajar anak (coachee).
Coaching adalah suatu proses kolaborasi antara coach dan coachee dan berfokus
pada solusi dan berorientasi pada hasil dan sistematis untuk memaksimalkan
potensi yang dimiliki oleh coachee melalui proses yang menstimulasi dan
mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatifnya.
Dengan mengelola sumber daya yang ada dalam melakukan kegiatan
coaching, seorang guru diharapkan memiliki setidaknya empat dasar keterampilan,
yaitu :
1. Keterampilan membangun dasar
proses coaching
2. Keterampilan membangun hubungan baik (kemitraan)
3. Keterampilan berkomunikasi
4. Keterampilan memfasilitasi
pembelajaran
Salah satu model kegiatan coaching yang dapat diterapkan
adalah dengan menggunakan model TIRTA (Tujuan pembicaraan, Identifikasi
masalah coachee, Rencana aksi coachee, TAnggung jawab coachee
selanjutnya melalui suatu komitmen yang ada pada diri coachee).
Dengan mengelola sumber daya yang baik dan tepat di dalam
melakukan kegiatan coaching, seorang pemimpin dapat menjalin suatu komunikasi
yang asertif, menjadi pendengar aktif, dan bertanya reflektif dan melakukan
umpan balik yang positif.
==> Modul 3.1 Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Selanjutnya, proses coaching yang terjalin tersebut dapat
menjadi dasar dan acuan seorang pemimpin untuk dapat mengelola sumber daya dengan
baik dan tepat dalam melakukan pengambilan keputusan terhadap berbagai situasi
yang terjadi berupa dilema etika dan bujukan moral. Di dalam pelaksanaan pengambilan
keputusan tersebut dapat dilakukan melalui 9 (sembilan) tahapan yang utamanya
bertujuan dalam mewujudkan kemerdekaan dan pembelajaran yang berpihak kepada
murid. Adapun
9 langkah (tahapan) dalam menguji pengambilan keputusan tersebut antara lain :
1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi yang
dihadapi
3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi
yang dihadapi
4. Pengujian benar atau salah melalui uji legal,
regulasi, intuisi, publikasi, panutan/idola
5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar dalam dilema
etika
6. Melakukan Prinsip Resolusi dalam dilema etika
7. Melakukan Investigasi Opsi Trilema
8. Membuat keputusan
9. Merefleksikan kembali terhadap keputusan yang diambil.
Seorang pemimpin dalam mengelola sumber daya terhadap
pengambilan keputusan
tersebut dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid ke arah yang lebih baik
khususnya dalam perkembangan untuk memerdekakannya sebagai manusia yang
berkarakter dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya dengan
pertimbangan nilai kebajikan dari keputusan yang diambilnya kelak.
Hubungan antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan
terkait modul ini, serta pemikiran yang sudah berubah setelah mengikuti proses
pembelajaran dalam modul ini.
Sebelum mempelajari modul 3.2 mengenai pengelolaan sumber daya ini, saya sering berpikir dan
bahkan melakukan pengelolaan sumber daya dengan pendekatan berbasis masalah
dimana saya memandang ekosistem yang ada di sekolah melalui kekurangan atau
kelemahan yang ada. Hal ini membuat saya berpikir mengenai sisi negatif dari
sumber daya yang ada di sekolah sehingga mengakibatkan saya belum dapat
mengelola sumber daya yang ada dengan baik demi pembelajaran yang berpihak
kepada murid karena hanya terfokus pada masalah atau kekurangan yang ada di
sekolah.
Setelah saya memperoleh pembelajaran pada modul 3.2 ini,
pandangan saya ternyata selama ini keliru dan salah. Di mana melalui modul 3.2
ini untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih baik yang memperhatikan
kepentingan peserta didik, diperlukan pengelolaan sumber daya berdasarkan
pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) yaitu dengan menggali
nilai-nilai positif dari setiap komponen sumber daya yang ada di dalam
ekosistem sekolah sehingga dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk melakukan
perubahan proses pendidikan yang lebih baik di dalam mewujudkan kemerdekaan dan
pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik.
Salam Guru Penggerak.
Komentar
Posting Komentar