Langsung ke konten utama

Modul 3.2.a.9 Koneksi Antar Materi – Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya

Oleh : Tanson Hasudungan Sijabat

    Secara umum, ekosistem adalah suatu hubungan timbal balik yang saling berinteraksi antara mahluk hidup dan lingkungannya. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua faktor yang terdapat di dalam suatu ekosistem yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik meliputi segala mahluk hidup yang berada di dalam ekosistem tersebut baik secara individu, populasi maupun komunitas. Sedangkan faktor abiotik meliputi segala sesuatu yang bukan merupakan mahluk hidup yang terdapat di dalam ekosistem tersebut.
    Sekolah sebagai suatu ekosistem adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup) yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Kedua unsur ini saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah :
  • Kepala Sekolah
  • Murid
  • Kepala Sekolah
  • Guru
  • Staf/Tenaga Kependidikan
  • Pengawas Sekolah
  • Orang tua
  • Masyarakat sekitar sekolah
Adapun faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah :
  • Keuangan
  • Sarana dan prasarana
Sekolah akan berhasil dalam mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid apabila mampu memandang segala aset (sumber daya) yang dimiliki sebagai suatu kekuatan bukan memandang sebagai sebuah kekurangan. Sekolah akan berfokus pada pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki tanpa lebih banyak memikirkan pada sisi kekurangan yang ada. Dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh sekolah ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking)
    Pendekatan ini akan memusatkan perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja.  Segala sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif.  Kita harus bisa mengatasi semua kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih.  Semakin lama, secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
2. Pendekatan  berbasis aset (Asset-Based Thinking)
    Konsep pendekatan ini dikembangkan oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri.  Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif.

Terdapat perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan pendekatan berbasis aset yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
    Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran baik di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah harus mampu mengidentifikasi dan mengelola segala sumber daya (aset) yang dimiliki oleh sekolah untuk dapat dijadikan sebagai keunggulan sekolah dalam rangka mendukung perwujudan visi dan misi sekolah dalam pembelajaran yang berpihak kepada murid.
    Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya sebaiknya sekolah lebih menekankan pada pendekatan berbasis aset yang dikenal dengan Pendekatan Komunitas Berbasis Aset (PKBA). Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset  berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas. Dalam komunitas sekolah, diharapkan pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset dapat mewujudkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik dan dapat terjadi, diantaranya setiap warga sekolah akan bertanggung jawab atas apa yang sudah dimulai, dapat membangun dan membina hubungan yang sehat dan inklusif antar warga sekolah, setiap warga sekolah tidak berfokus pada kekurangan yang ada melainkan berfokus pada kekuatan, potensi, dan tantangan dengan mengoptimalkan pembangunan sumber daya yang tersedia, kapasitas yang kita miliki, serta kekuatan dan potensi yang sudah ada.
    Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset Building and Community Development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama di dalam suatu komunitas, yaitu :
1. Modal Manusia
2. Modal Sosial
3. Modal Fisik
4. Modal Lingkungan / Alam
5. Modal Finansial
6. Modal Politik
7. Modal Agama dan budaya

    Dalam implementasinya sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya di dalam komunitas sekolah, seorang guru harus mampu melakukan pengelolaan tersebut secara tepat. Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengidentifikasi segala aset yang dimiliki sebagai kelebihan dari sumber daya, dapat memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal dengan mengesampingkan kekurangan yang ada, fokus pada kekuatan dan dukungan yang dimiliki agar proses pembelajaran yang berpihak kepada murid dapat berjalan dengan maksimal dan berkualitas.

SINTESIS KETERKAITAN BERBAGAI MATERI
==> Modul 1.1 Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara
    Menurut filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah suatu proses memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Seorang pemimpin harus mampu mengelola salah satu aset yang dimiliki sekolah yaitu modal manusia (guru dan murid). Pemimpin harus memastikan para gurunya melaksanakan pembelajaran yang berpihak kepada murid sehingga murid dapat berkembang sesuai kodratnya (kodrat alam dan kodrat zaman). Dengan demikian maka murid akan dapat memaksimalkan minat, bakat, dan potensi yang dimilikinya sebagai bekal mereka dalam menjalani kehidupannya.

==> Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak
    Dalam kaitannya dengan nilai-nilai dan peran guru penggerak, guru sebagai pemimpin pengelolaan sumber daya harus memiliki nilai positif seperti Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, berkebinekaan global, bergotong royong dan kreatif.

==> Modul 1.3 Visi Guru Penggerak
    Di dalam komunitas sekolah, guru sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya harus mampu mewujudkan visi dan misi sebagai guru penggerak yaitu mewujudkan peserta didik yang berkarakter Pancasila. Dalam mengimplementasikan visi dan misi tersebut dapat dilakukan dengan Pendekatan Inkuiri Apresiatif (IA) yang merupakan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan melalui pengelolaan sumber daya tersebut. Dengan melakukan pengelolaan sumber daya melalui pendekatan inkuiri apresiatif tersebut dipercaya bahwa setiap orang memiliki inti positif berupa Potensi dan Aset Organisasi yang dapat memberikan kontribusi pada suatu keberhasilan.
    Dalam penerapan pendekatan inkuiri apresiatif tersebut dapat dimulai dengan menggali hal-hal positif yang dimiliki terlebih dahulu baik mengenai keberhasilan apa yang telah dicapai dan juga kekuatan apa yang dimiliki oleh sekolah sebagai suatu komunitas. Selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan melalui pendekatan IA dapat dilakukan dengan model tahapan BAGJA (Buat pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana dan Atur Eksekusi)

==> Modul 1.4 Budaya Positif
    Sebagai pemimpin dalam pengelolaan sumber daya yang ada melalui pendekatan inkuiri apreasiatif (IA) melalui model tahapan BAGJA tersebut diperlukan kolaborasi dan sinergitas dengan seluruh warga sekolah, termasuk kolaborasi bersama siswa dengan mewujudkan budaya positif di dalam pembelajaran. Salah satu budaya positif yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kesepakatan kelas. Hal ini bertujuan untuk menanamkan disiplin melalui komunikasi dan kolaborasi yang baik antara guru dan siswa. Di dalam pelaksanaannya, sebagai pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya bukan sebagai pemberi hukuman melainkan sebagai manajer dengan melahirkan suatu konsekuensi yang disepakati bersama sehingga dapat melahirkan budaya positif yang bertanggung jawab dan kemandirian kepada siswa.

==> Modul 2.1 dan 2.2 Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional
    Dalam pengelolaan sumber daya, seorang pemimpin di dalam komunitas sekolah khususnya di dalam pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik siswa yang beragam. Untuk itu, diperlukan suatu pemetaan terhadap kebutuhan belajar peserta didik. Melalui pemetaan tersebut, guru sebagai pemimpin dapat mengelola sumber daya yang ada di dalam ekosistem sekolah dengan melakukan pembelajaran berdiferensiasi untuk memenuhi kebutuhan murid yang beragam tersebut. Di dalam proses pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi tersebut, seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran perlu mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam memenuhi tingkat sosial emosional yang dimiliki setiap siswa. Salah satunya dengan melakukan teknik kesadaran penuh yang dikenal dengan istilah Mindfulness.
    Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) menjadi sangat relevan dan penting bagi siapapun termasuk di dalam ekosistem sekolah agar setiap warga sekolah dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan bahagia dan optimal. Latihan berkesadaran penuh (mindfulness) dapat membangun keterhubungan diri sendiri (self-awareness) dengan berbagai kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari termasuk di dalam ekosistem sekolah. Terdapat lima kompetensi di dalam latihan berkesadaran penuh (Mindfullness) yaitu :
  1. Kesadaran Diri (Pengenalan Emosi)
  2. Pengelolaan diri (Mengelola Emosi dan Fokus)
  3. Kesadaran sosial (Keterampilan Berempati)
  4. Keterampilan berhubungan sosial (Daya Lenting / Resiliensi)
  5. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
    Salah satu teknik dalam melatih kesadaran penuh (mindfulness) adalah dengan menggunakan teknik STOP.
Stop : Berhenti melakukan apapun kegiatan yang sedang kita lakukan.
Take a deep breath : Rasakan udara segar yang masuk dan udara hangat yang keluar melalui hidung.
Observed : Amati apa yang dirasakan oleh tubuh saat melakukan kegiatan pernafasan tersebut.
Proceed : Lanjutkan aktivitas kembali dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan dengan sikap yang positif.

==> Modul 2.3 Coaching
    Sebagai pemimpin di dalam pembelajaran, diperlukan peran guru sebagai coach (pendidik) dalam menuntun kebutuhan belajar anak (coachee). Coaching adalah suatu proses kolaborasi antara coach dan coachee dan berfokus pada solusi dan berorientasi pada hasil dan sistematis untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh coachee melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatifnya.
    Dengan mengelola sumber daya yang ada dalam melakukan kegiatan coaching, seorang guru diharapkan memiliki setidaknya empat dasar keterampilan, yaitu :
1. Keterampilan membangun dasar proses coaching
2. Keterampilan membangun hubungan baik (kemitraan)
3. Keterampilan berkomunikasi
4. Keterampilan memfasilitasi pembelajaran
    Salah satu model kegiatan coaching yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan model TIRTA (Tujuan pembicaraan, Identifikasi masalah coachee, Rencana aksi coachee, TAnggung jawab coachee selanjutnya melalui suatu komitmen yang ada pada diri coachee).
    Dengan mengelola sumber daya yang baik dan tepat di dalam melakukan kegiatan coaching, seorang pemimpin dapat menjalin suatu komunikasi yang asertif, menjadi pendengar aktif, dan bertanya reflektif dan melakukan umpan balik yang positif.

==> Modul 3.1 Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
    Selanjutnya, proses coaching yang terjalin tersebut dapat menjadi dasar dan acuan seorang pemimpin untuk dapat mengelola sumber daya dengan baik dan tepat dalam melakukan pengambilan keputusan terhadap berbagai situasi yang terjadi berupa dilema etika dan bujukan moral. Di dalam pelaksanaan pengambilan keputusan tersebut dapat dilakukan melalui 9 (sembilan) tahapan yang utamanya bertujuan dalam mewujudkan kemerdekaan dan pembelajaran yang berpihak kepada murid. Adapun 9 langkah (tahapan) dalam menguji pengambilan keputusan tersebut antara lain :

1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi yang dihadapi

3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi yang dihadapi

4. Pengujian benar atau salah melalui uji legal, regulasi, intuisi, publikasi, panutan/idola

5. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar dalam dilema etika

6. Melakukan Prinsip Resolusi dalam dilema etika

7. Melakukan Investigasi Opsi Trilema

8. Membuat keputusan

9. Merefleksikan kembali terhadap keputusan yang diambil.

    Seorang pemimpin dalam mengelola sumber daya terhadap pengambilan keputusan tersebut dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid ke arah yang lebih baik khususnya dalam perkembangan untuk memerdekakannya sebagai manusia yang berkarakter dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya dengan pertimbangan nilai kebajikan dari keputusan yang diambilnya kelak.

Hubungan antara sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan terkait modul ini, serta pemikiran yang sudah berubah setelah mengikuti proses pembelajaran dalam modul ini.

    Sebelum mempelajari modul 3.2 mengenai pengelolaan sumber daya ini, saya sering berpikir dan bahkan melakukan pengelolaan sumber daya dengan pendekatan berbasis masalah dimana saya memandang ekosistem yang ada di sekolah melalui kekurangan atau kelemahan yang ada. Hal ini membuat saya berpikir mengenai sisi negatif dari sumber daya yang ada di sekolah sehingga mengakibatkan saya belum dapat mengelola sumber daya yang ada dengan baik demi pembelajaran yang berpihak kepada murid karena hanya terfokus pada masalah atau kekurangan yang ada di sekolah.
    Setelah saya memperoleh pembelajaran pada modul 3.2 ini, pandangan saya ternyata selama ini keliru dan salah. Di mana melalui modul 3.2 ini untuk mewujudkan pembelajaran yang lebih baik yang memperhatikan kepentingan peserta didik, diperlukan pengelolaan sumber daya berdasarkan pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) yaitu dengan menggali nilai-nilai positif dari setiap komponen sumber daya yang ada di dalam ekosistem sekolah sehingga dapat dijadikan sebagai kekuatan untuk melakukan perubahan proses pendidikan yang lebih baik di dalam mewujudkan kemerdekaan dan pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik.

Salam Guru Penggerak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bangun Ruang Sisi Datar

Bangun Ruang Sisi Datar adalah bangun ruang yang permukaan sisi - sisinya berbentuk datar. Beberapa contoh bangun ruang sisi datar antara lain : Kubus, Balok, Prisma dan Limas. Berikut ini merupakan modul pembelajaran bangun ruang sisi datar. Semoga bermanfaat. Lihat video pembelajarannya Kubus dan Balok disini :  Download disini : KUBUS DAN BALOK Lihat video pembelajarannya Prisma dan Limas disini : Download disini : PRISMA DAN LIMAS

Luas Segitiga Pada Trigonometri

1. JIKA DIKETAHUI 2 SISI DAN 1 SUDUT YANG DIAPIT OLEH KEDUA SISI Perhatikan ∆ATC : Sehingga diperoleh Luas Segitiga ABC sebagai berikut : Dengan demikian dapat disimpulkan jika diketahui dua buah sisi dan satu buah sudut yang diapit oleh kedua sisi tersebut pada segitiga sembarang, maka luas segitiganya adalah : 2.  JIKA DIKETAHUI 2 SUDUT DAN 1 SISI YANG MENGAPIT KEDUA SUDUT Dari persamaan (1) dan (2) diperoleh : Dengan cara yang sama (dengan menggunakan rumus Aturan Sinus), maka akan diperoleh : 3.  JIKA DIKETAHUI PANJANG KETIGA SISINYA Perhatikan ∆ABC adalah segitiga sembarang. Garis CT adalah garis tinggi yang ditarik dari titik C dan membagi ∆ABC menjadi 2 bagian, yaitu : ∆ATC dan ∆BTC. Pada  ∆ATC berlaku : Pada  ∆BTC  berlaku : Diketahui bahwa : s     =  ½ . keliling segitiga s     = ½ ( a + b + c ) 2 s    =  a + b + c sehingga diperoleh : Maka  tinggi  ∆ABC  (  d  )  sebagai berikut : Jadi diperoleh Luas Segit

PERAN DAN NILAI GURU PENGGERAK

Pemahaman mengenai Nilai dan Peran Guru Penggerak      Untuk menjadi seorang guru penggerak, tentu kita harus terlebih dahulu mengetahui potensi diri yang kita miliki sebagai seorang pendidik dalam mendukung peran kita sebagai guru penggerak. Diharapkan nilai dan peran guru penggerak ini diharapkan ke depannya dapat menjadi sarana dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila.      Di dalam kegiatan modul sebelumnya mengenai kerangka pemikiran Bapak Ki Hajar Dewantara (modul 1), terdapat beberapa karakteristik dari profil Pelajar Pancasila, diantaranya : 1.  Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia Pelajar Indonesia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: Akhlak beragama A khlak pribadi A khl